Sabtu, 17 Oktober 2015

MAKALAH ADAT ISTIADAT PADA IBU BERSALIN & NIFAS DI PAPUA

By Unknown di Oktober 17, 2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1999 angka kematian ibu (AKI) besarnya 373 per 100.000 kelahiran hidup (KH), dan menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2003 sebesar 461 per 100.000 KH. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya AKI Indonesia masih sangat tinggi, AKI Malaysia 20 per 100.000 KH, Srilangka 42 per 100.000 KH pada tahun 1996. Di Papua, menurut hasil Survei Cepat Papua tahun 2001, AKI di Propinsi Papua besarnya 750 sampai 1300 per 100.000 kelahiran hidup, khusus Kabupaten Mimika besarnya 1.100 per 100.000 KH.
Untuk menekan tingginya AKI, pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain mendidik tenaga bidan sebanyak 54.956 yaitu lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) ditambah satu tahun pendidikan bidan untuk ditempatkan di setiap desa. Dengan demikian jumlah tenaga bidan di Indonesia mencapai 65.000 orang merupakan jumlah tenaga bidan yang paling banyak di dunia dalam satu negara.
Kabupaten Mimika adalah lokasi kontrak kerja perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar yang mulai beroperasi di dataran tinggi puncak Eastberg dan Grassberg pegunungan bersalju sejak tahun 1967. Kehadiran PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kabupaten Mimika mempunyai misi mensejahterakan penduduk asli dengan berbagai program kesehatan masyarakat yang gratis, memberi lapangan kerja, dan sebagainya. Pada mulanya program kesehatan masyarakat PT FI terfokus pada penyakit malaria dengan Malaria Control, namun kemudian berubah menjadi Public Health & Malaria Control. Dibangunnya rumah sakit dan klinik gratis untuk penduduk asli kadangkadang membuat iri penduduk pendatang.
Upaya-upaya pemerintah dan Public Health & Malaria Control Department PT FI belum berhasil menekan AKI penduduk asli, ini terlihat dari hanya 26% ibu-ibu melakukan persalinan dengan petugas kesehatan. Berbagai fenomena muncul dengan adanya pertambangan PT FI tersebut yaitu pertama memandang para pendatang yang membangun tersebut sebagai pembawa kemajuan, pembaharu serta produsen, kedua pendatang tersebut sebagai penghancur, perusak dan perampas.
 Sumber lain mengatakan bahwa Suku Amungme mempercayai penggalian batu tambang merupakan proses pembunuhan ibu kandung atau penghancuran tubuh mama, oleh karena itu banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam persalinan sehingga bayi-bayi yang dilahirkan cacat dan mati. Mereka juga meyakini bahwa pertambangan itu membuat generasi muda terancam menderita berbagai macam penyakit pencernaan dan pernapasan.
Suku Amungme adalah penduduk asli suku gunung atau pedalaman yang terbanyak di Kabupaten Mimika, sedangkan Suku Kamoro adalah penduduk asli suku pantai yang terbanyak di Kabupaten Mimika. Meskipun sudah pindah atau dipindahkan ke pemukiman baru di Timika dan desa-desa baru sekitar Timika, kedua suku ini masih sulit bersatu dalam satu area dikarenakan perbedaan sejarah dan prinsip. Penelitian ini dilakukan terhadap kedua suku tersebut pada desa-desa yang berbeda.

1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah aspek kebudayaan persalinan di masyarakat Papua ?
Bagaimana dampaknya bagi profesi bidan ?

1.3  Tujuan
Memaparkan aspek kebudayaan persalinan di masyarakat Papua.

1.4 Manfaat
Diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca, agar mengetahui tentang berbagai kebudayaan pada waktu proses persalinan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Adat Budaya ibu Bersalin-Nifas di Papua

Sebanyak 97 (47,5%) ibu melakukan persalinannya di rumah. Ibu-ibu kedua suku Papua ini melakukan persalinan di rumahnya dan ruangan yang dipakai adalah kamar mandi, dapur, dan bivak. Ruangan tersebut tidak memenuhi syarat dan tidak terjamin kebersihannya sehingga sangat memungkinkan terjadi komplikasi infeksi pada ibu dan bayi. Ibu mulai berada di dalam ruangan yang sempit dan lembab pada awal kala 2 sampai akhir kala 3 yaitu sekitar 40 menit sampai dengan dua jam. Luka-luka perdarahan yang terjadi dalam proses persalinan, sangat rentan untuk terjadinya infeksi pada ibu dan bayi. Rasa pasrah dan tidak waspada dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi, membuat mereka tetap memilih cara seperti itu. Bahkan untuk persalinan yang tak terduga, sering terjadi di atas pasir di pinggir pantai atau di atas rumput di pinggir hutan lokasi meramu dengan beratapkan pohon, beralaskan rumput, dinding semak belukar.
Ibu-ibu Suku Amungme yang melakukan persalinan di rumah dibantu oleh ibu kandung, ibu mertua, tetangga, teman yang dianggap sudah berpengalaman, atau tanpa bantuan siapapun. Hal ini disebabkan budaya atau kebiasaan keluarga yang memberikan contoh sehingga tidak merasa takut lagi. Bahkan ada rasa malu bila tidak berani mengikuti cara itu, dan dapat dianggap melanggar budaya.
Suku Kamoro mempunyai dukun yang sudah dikenal baik, kekeluargaan, ramah, hangat, tidak formal, dan tidak perlu memikirkan pembayaran hanya saling pengertian. Pelayanan diberikan sampai kepada hal-hal yang bersifat pribadi dan spritual termasuk perawatan bayi dan obat-obatan. Keengganan mereka ditolong oleh bidan atau petugas kesehatan lain di rumah sakit, puskesmas, klinik, karena ada perasaan malu, segan, tegang, kesan dingin/kaku, takut dimarahi karena tidak punya uang, dan bidan tidak merawat bayi.
Pada penanganan proses persalinan, setelah ari-ari keluar, tali pusat dipotong dengan sebuah silet baru yang sudah disiapkan sebelumnya. Ada yang membiarkan tali pusat begitu saja tanpa diikat, dan ada juga yang menutup ujung tali pusat dengan 146 Alwi, Ghani, Delima Budaya persalinan Papua ubi yang baru dibakar, abu panas, bedak talk, dan daun-daunan yang dipanaskan.
Untuk persalinan tidak terduga, tali pusat dipotong dengan pisau yang mereka bawa atau dengan tangkai daun sagu dan diikat dengan tali akar-akar kayu. Cara ini tidak jauh berbeda dengan ibu-ibu Suku Bgu di Pantai Utara Papua yaitu memotong tali pusat bayi dengan pisau yang dibuat dari gaba-gaba (tangkai daun sagu). Bahaya yang terjadi akibat tidak mengikat tali pusat adalah darah banyak keluar dari ujung tali pusat, meskipun lama-lama akan membeku dan berhenti sendiri dengan risiko terjadi ikterus pada bayi. Cara mereka mengantisipasi keluarnya darah dengan bahan-bahan yang panas/ bakar cukup efektif menghentikan perdarahan tali pusat dan mencegah infeksi melalui tali pusat.
Menghisap asap kayu bakar yang dilakukan ibu selama proses persalinan sangat berpotensi menyebabkan sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan pada ibu dan bayi. Namun karena sudah menjadi keyakinan dapat memberi kekuatan bagi si ibu dan bayi maka secara psikologis mungkin bermanfaat memberi semangat pada ibu untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan kemampuannya dalam proses pengeluaran bayi.
Kematian ibu bersalin banyak terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, di tempat terpencil, tidak memiliki kendali untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri, sehingga kematiannya terabaikan, dan tidak mendapat perhatian selayaknya dari berbagai pihak. Di Papua penduduk mempercayai roh ibu yang meninggal dapat menunggui pohon-pohon yang ada di sekitar rumah keluarganya, kalau roh itu marah karena ada tradisi yang dilanggar maka sewaktu-waktu dapat mencelakai orang lain atau keluarganya sendiri.
Perilaku masyarakat yang sudah berakar dari tradisi atau budaya bukanlah hal yang mudah dan akan memakan waktu yang lama untuk merubahnya. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang meliputi pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat, tradisi, kemampuan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari, dimiliki, diwarisi oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya merupakan jati diri dari sebuah bangsa dan budaya juga merupakan alasan kuat untuk beradaptasi dalam meraih kesuksesan. Namun jika budaya bersifat absolut maka nilainya sebagai pembimbing akan merosot dan menghalangi kemajuan. Ahli waris kebudayaan dituntut keberaniannya mengadakan perubahan bila sudah tidak sesuai lagi.

2.2 Latar Belakang Tema Budaya

Dari uraian tentang perilaku penanganan proses persalinan, diidentifikasi beberapa tema budaya yang menjadi akar perilaku. (Gambar 1)
Tema budaya pertama, penduduk menganggap bahwa persalinan adalah peristiwa alami, urusan perempuan dan tidak perlu dibesar-besarkan. Lakilaki tidak perlu ikut campur memikirkan atau membantu persalinan istrinya karena itu sudah kodrat perempuan. Darah dan kotoran persalinan dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak, karena itu harus dijauhkan atau disembunyikan. Kepercayaan ini memojokkan posisi perempuan dan sangat merugikan kesehatannya.
Tema budaya kedua, penduduk menganggap tabu perempuan membuka aurat/paha di depan orang yang belum dikenal baik itu laki-laki maupun perempuan. Kepercayaan ini makin memperkuat ibu-ibu untuk tidak berani meminta melakukan persalinan di rumah sakit, klinik, puskesmas meskipun jaraknya dekat dan tidak membayar. Ibu khawatir disalahartikan mau melanggar tradisi, mau memanjakan diri makan tidur sementara di rumah tidak ada yang mengurus makanan bagi keluarga.
Tema budaya ketiga, penduduk meyakini bahwa asap kayu bakar membawa kekuatan bagi orang yang sakit atau lemah termasuk ibu yang sedang melahirkan. Suami dapat membantu dalam proses persalinan istrinya dengan menghidupkan dan menjaga kayu bakar apinya selalu hidup tidak jauh dari tempat persalinan sehingga asapnya bertiup mengarah ke tempat ibu dan bayi. Keyakinan ini secara fisik merugikan kesehatan ibu dan bayi terjadi sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan.
Tema budaya keempat, ibu-ibu Suku Kamoro mengangap dukun sebagai pewaris oto (pengobat) ditentukan oleh roh leluhur. Dukun dianggap tokoh masyarakat dan tidak pernah dituntut atas perbuatannya walaupun ibu dan bayi meninggal ditangannya. Bahkan ibu meninggal yang dianggap salah karena perilaku yang melanggar tradisi semasa hamil. Kepercayaan mutlak terhadap dukun dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan ibu, tetapi dukun juga dapat dijadikan potensi bila dukun tersebut ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam memelihara kesehatan ibu.



Tema budaya kelima, adanya larangan bagi ibu untuk mandi sebelum diadakan pesta kerabat yang biasanya 1-2 minggu setelah persalinan. Dalam kesempatan itu ibu boleh mandi sendiri atau dimandikan ibu-ibu lain sambil bernyanyi beramai-ramai. Setelah itu diberikan kebebasan bagi ibu untuk melakukan hubungan seks dengan suami. Selama belum dipestakan, suami dilarang makan minum dan tidur di rumah, harus di rumah keluarga yang lain atau rumah tetangga. Akibat negatif bagi kesehatan ibu dari larangan mandi ini yaitu timbul berbagai penyakit infeksi yang dapat menular kepada bayinya. Untuk hubungan seksual 1-2 minggu setelah persalinan dapat menyebabkan kerusakan dan infeksi alat kelamin ibu karena pemulihan tubuhnya belum sempurna.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø  Persalinan di rumah ditolong oleh dukun, anggota keluarga, tetangga, atau tanpa pertolongan siapapun. Persalinan dilakukan di kamar mandi, dapur, bawah rumah, atau di tempat-tempat ibu meramu. Cara penanganan persalinan juga masih tidak sesuai dengan cara pelayanan kesehatan modern misalnya posisi jongkok di toilet, pemotongan dan pengikatan tali pusat, mengisap asap kayu bakar, larangan mandi dan boleh berhubungan seks dalam masa nifas.
Ø  Perilaku ibu-ibu dalam penanganan persalinan ini dilandasi oleh beberapa tema budaya antara lain; menganggap persalinan adalah peristiwa menjijikkan dan dapat menyebarkan penyakit berbahaya karena itu harus disingkirkan. Beberapa tema budaya tersebut sangat diskriminatif, dan beberapa larangan menjauhkan ibu untuk memperoleh hak-hak pelayanan kesehatan reproduksi. Ibu-ibu meninggal dalam persalinan dianggap mendapat kutukan dari mbii (roh, tuan tanah).
Ø  Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa adat yang dilakukan tersebut tidaklah banyak menguntungkan baik untuk kesehatan ibu maupun kesehatan bayinya. Itulah mengapa AKI & AKB saat ini masih tinggi.

3.2 Saran
Ø  Perlu metode khusus yang dirancang untuk merubah secara perlahan tradisi penduduk Papua. Metode ini perlu diujicobakan dulu pada penduduk dalam suatu desain penelitian action research. Program yang langsung diterapkan tanpa mendalami perilaku dan budaya setempat, sulit membuahkan hasil.



DAFTAR PUSTAKA




0 komentar:

Posting Komentar

 

Sage Femme Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea