Selasa, 30 Juni 2015

TUGAS ISBD (15 ARTIKEL)

By Unknown di Juni 30, 2015


PERKEMBANGAN NILAI BUDAYA

SISTEM BUDAYA DAN SISTEM SOSIAL
a.       Sistem Budaya :
Kebudayaan sebagai suatu sistem berisi komponen-komponen budaya. Komponen-komponen tersebut dapat dibedakan menjadi unsur-unsur cultural universal, culture activities, trait komplexes, traits.  Merupakan komponen yang abstrak dari kebudayaan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema-tema berpikir, dan keyakinan-keyakinan. Dengan demikian sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lebih lazim disebut Adat-Istiadat.
Adat – istiadat : ada sistem nilai budayanya, sistem normanya, yang secara lebih khusus lagi dapat diperinci ke dalam berbagai macam norma menurut pranata-pranata yang ada dalam masyarakat. ( Pranata : sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus, sedangkan lembaga atau institut adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu.)
Fungsi dari sistem nilai budaya adalah :
1)      Pedoman dan pendorong  kelakuan manusia dalam hidup;
2)      Mendorong timbulnya pola-pola cara berpikir
3)      Sebagai salah satu sistem tata kelakuan yang tertinggi diantara yang lain, seperti  hukum adat, aturan sopan santun, dsb.

Suatu contoh dari suatu unsur nilai budaya yang biasa merintangi pembangunan dibidangkesehatan :
“Seorang bidan hanya menilai baik program yang yang sudah berjalan, tetapi meremehkan peninjauan terhadap masa depan”.
Suatu nilai budaya serupa itu hanya akan merindukan saja masa kejayaan yang lampau, tanpa mencoba mencapai pengertian tentang masa kejayaan tadi, tak kan mendorong usaha perencanaan sampai sejauh mungkin ke depan berdasarkan atas data-data yang dikumpulkan secara seksama.

b.      Sistem Sosial
Suatu sistem yang sudah distabilisasikan dan merupakan hasil dari hubungan antara struktur sosial dan sistem kebudayaan.
Terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar – individu dalam rangka kehidupan masyarakat. ( Lebih konkret dan nyata dari sistem budaya).
Pendekatan struktural-fungsional memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk keseimbangan, sehingga sering disebut pula pendekatan tertib sosial, pendekatan integrasi atau pendekatan keseimbangan.
Asumsi dasar dari pendekatan struktural fungsional adalah :
1)      Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem dari suatu sistem daripada bagian-bagian yang salaing berhubungan satu sama lain.
2)      Hubungan antara setiap bagian adalah bersifat saling mempengaruhi dan timbal balik
3)      Sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis, artinya menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan memelihara perubahan yang terjadi agar perubahannya terjadi secara minimal. Meskipun menyadari bahwa integrasi sosial tidak mungkin tercapai secara sempurna.
4)      Sistem sosial selalu mengarah ke integrasi sosial, melalui penyesuian ketegangan – ketegangan dan proses institusionalisasi.

KONSEP NILAI, SISTEM NILAI DAN ORIENTASI NILAI
Konsep adalah suatu kata atau lambang yang luar biasa pentingnya, menggambarkan kesamaan-kesamaan dalam berbagai gejala yang berbeda.
Sedangkan Konsep nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. ( Drs. Robert.M.Z. Lawang)
Nilai itu erat hubungannya dengan kebudayaan masyarakat, karena setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu Koenjtaraningrat berargumentasi tentang sistim nilai budaya sebagai berikut :
“ Sistim nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup”.
Selanjutnya Koentjaraningrat menunjukkan 5 masalah hidup, dimana semua sistim nilai dari semua kebudayaan di dunia ini berhubungan dengan masalah-masalah, yaitu sebagai berikut :
  1. Hakekat hidup
  2. Hakekat karya manusia
  3. Hekakt kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
  4. Hakekat manusia dengan alam sekitarnya
  5. Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya.
Lima masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya, dapat dilihat dalam Kerangka Kluckhon berikut :

KERANGKA KLUCKHON
LIMA MASALAH HIDUP YANG MENENTUKAN
ORIENTASI NILAI BUDAYA

Masalah Hidup
Nilai Orientasi Budaya
Hakikat & Sifat Hidup
Hidup itu buruk
Hidup itu baik
Hidup itu buruk  tetapi harus diperbaiki
Hakikat Karya
Karya itu untuk hidup
Karya itu untuk kedudukan
Karya itu untuk menambah karya
Hakikat Kedudukan manusia dalam ruang
Masa Lalu
Masa kini
Masa depan
Hakikat hubungan manusia dengan alam
Tunduk terhadap alam
Mencari keselarasan dengan alam
Menguasai alam
Hakikat Hubungan manusia dengan manusia
Memandang tokoh-tokoh atas
Berjiwa gotong- royong
Berjiwa individualis


Kerangka Kluckhon tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu :
  1. Human nature orientation ( orientasi hidup, baik atau buruk) : artinya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai makna hidup, sakit atau sehat. Ada orang yang mengartikan sakit sebagai sebuah kutukan (buruk) dan ada yang memandang sebagai sebuah ujian hidup (baik)
  2. Activity orientation : bahwa pekerjaan sebagai tenaga kesehatan ini diarahkan untuk mencari nafkah, kewajiban profesi, mencari kebahagiaan, bagian dari ibadah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
  3. Time orientation ( dulu, sekarang, akan datang); Seorang bidan jika hanya mengagungkan pengalaman tanpa mau mengikuti perkembangan zaman atau teknologi modern termasuk orang yang berorientasi pada masal lalu. Sedangkan seorang bidan yang berorientasi masa depan senantiasa melihat masa depan sebagai peluang dan tantangan serta senantiasa melakukan inovasi pelayanan kesehatan. Sedangkanbidan yang hanya terpaku pada apa yang dimiliki saat ini tanpa mau berkreasi termasuk orang yang berorientasi pada masa kini semata, tanpa melihat masa lalu.
  4. Man-nature orientation ( dipengaruhi atau mempengaruhi); dalam hal ini setiap orang memberikan persepsi mengenai hubungan dirinya dengan lingkungannya. Muncul dan berkembangnya demam berdarah (DBD) disebabkan karena lingkungan yang buruk sehingga mempengaruhi kualitas kesehatan. Pada kelompok ini  orang menganggap bahwa lingkunganlah yang berpengaruh terhadap kualitas lingkungan hidupnya. Tetapi sudut pandang lain dapat berkata bahwa karena perilaku manusia yang buruk terhadap lingkungan, sehingga menyebabkan lingkungan kotor dan akhirnya menjadi penyebab mewabahnya DBD.
  5. Relational orientation; Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang bidan dapat melakukan kerja sama dengan tenaga medis lainnya. Namun pada kenyataannya, pandangan seperti ini bergantung pada keyakinan yang dimilikinya, ada yang memandang bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagai tugas pribadi, sehingga tidak menimbulkan partner yang lain. Seorang dokter yang berorientasi kerja sendiri akan memandang bahwa bidan hanya sebagai pembantu dirinya. Sedangkan bagi seorang dokter yang menggunakan pola pikir kolaboratif memandang bahwa perawat merupakan partner kerja yang sama pentingnya dengan posisi dirinya sendiri.
Contoh nilai-nilai hidup :
a)      Rasionalisme (harus masuk akal) adalah ; Berdasarkan segi praktis dari ilmu pengetahuan, contohnya : Untuk mendapatkan hasil padi sebanyak-banyaknya maka persawahan padi harus dipupuk.
b)      Tradisionalisme ( memegang teguh kebiasaan ) yaitu melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan oleh nenek moyang, yang dianggap baik oleh sebagian golongan. Contoh : sebagin ibu-ibu setelah melahirkan minum ramuan jamu-jamuan.
c)      Keberhasilan atau prestasi : Keadaan perasaan puas berdasarkan pemilihan usaha yang menghasilkan suatu kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, sehingga sering menimbulkan rasa iri hati pada orang lain.
d)     Individualisme, yaitu : keyakinan bahwa keadaan yang paling baik adalah bila orang-orang bebas dan percaya kepada kemampuan dirinya serta bertanggug jawab atas keputusan-keputusannya. Sehingga ada kebebasan dan kekhawatiran karena adanya peraturan-peraturan yang ketat serta tekanan-tekanan dari pihak yang berkuasa.
Ciri-ciri Nilai :
1.      Nilai-nilai yang tercernakan (Internalized Values)
Nilai semacam ini membentuk landasan bagi hati nurani, pemerkosaan atas nilai-nilai tersebut dapat mengakibatkan timbulnya perasaan malu atau bersalah yang dalam yang sukar dihapuskan.Nilai yang tercernakan, seringkali berfungsi untuk menutupi perasaan hati seseorang dalam menghadapi konflik yang dihadapi.
Contoh : seorang ayah atau ibu menyuruh anak-anaknya untuk bertindak pasif dan menahan dir agar tidak berkelahi, dengan maksud untuk tidak menimbulkan konflik dengan norma-norma kelompok, walaupun begitu ia akan merasa amat kecewa bila si anak tidak mencoba mempertahankan diri bila dianiaya atau dipukul oleh anak lain yang sok aksi ditempat itu.

2.   Nilai-nilai yang dominan
Nilai-nilai dominan terlihat dalam pilihan-pilihan yang dilakukan terhadap beberap kemungkinan langkah dan tindakan yang bisa ditempuh dalam aktivitas sehari-hari, nilai-nilai dominan menjadi yang lebih pokok dan dianggap sebagai nilai yang baik. Pada hakekatnya, nilai-nilai yang dominan itu  berfungsi sebagi latar belakang atau kerangka patokan bagi tingkah laku sehari-hari.
Nilai dominan dibagi menjadi empat kriteria : ( Williams)
a.       Luas tidaknya ruang lingkup
b.      Lama tidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok masayarakat tadi
c.       Gigih tidaknya ( intensitas) nilai tadi diperjuangkan.
d.      Prestise dari orang-orang yang membawa nilai itu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Sistem nilai budaya di masyarakat :
  1. Pola bersikap (ideas) : wujud kebudayaan yang ideal, suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dsb. juga disebut jiwanya
  2. Pola bertindak dan kelakuan (aktivities): Wujud kebudayaan kelakuan, suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, disebut juga organisasi
  3. Pola sarana benda-benda (Artifacts): Wujud kebudayaan  sebagai benda-benda hasil karya manusia (fisik), disebut juga teknologi.
NILAI BUDAYA DAN PELAYANAN KESEHATAN

Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1982) ketika menjelaskan kebudayaan asli Indonesia menyebutkan ada enam nilai, yaitu
  1. Nilai Ekonomi ; tujuan untuk memakai atau menggunakan benda-benda dan kejadian-kejadian secara efektif bagi kehidupan manusia
  2. Niala Estetis; jika dikaitkan dengan masalah keindahan
  3. Nilai Solidaritas : jika dikaitkan dengan proses penghargaan dalam konteks interaksi dan komunikasi
  4. Nial Kuasa; jika dikaitkan dengan kepuasan bila orang lain mengikuti norma dan nilai kita.
  5. Teori; proses penilaian secara obyektif mengenai identitas benda-benda dan kejadian-kejadian alam sekitar.
  6. Agama; jika penilaian dihadapkan pada masalah keagungan serta kebesaran hidup dan alam semesta.
Sudarma (2008) mengatakan bahwa sesungguhnya sebuah praktek layanan kesehatan dapat dilihat dari berbagai nilai sebagaimana yang dikemukakan oleh STA tersebut yaitu :

·         Nilai Budaya dan Pelayanan Kesehatan

No
Nilai Budaya
Pelayanan Kesehatan
1




2




3



4



5



6





Ekonomi




Estetis




Solidaritas



Kuasa



Teori



Agama

      Dalam menddapatkan pelayanan kesehatan dibutuhkan biaya, lat produksi, atau imblana jasa. Kebutuhan terhadap layanan medis atau obat, senantiasa menyertakan kebutuan akan biaya ( ekonomi), pada konteks ini maka layanan kesehatan mengandung nilai ekonomi.

      Lingkungan yang bersih serta ruangan yang nyaman dan harum memberikan dukungan emosional terhadap proses penyembuhan kesehatan. Terlebih lagi bila dikaitkan  dengan adanya pengembangan aromaterapi untuk kesehatan, maka masalah keindahan dan kenyamanan menjadi sangat penting untuk kesehatan.


      Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang bidan dapat berkerja sama dengan pasien, keluarga pasien, dokter, perawat atu pihak lain yang berkepentingan. Sebagai manusia, pasien sesungguhnya  membutuhkan teman untuk berkeluh kesah.

      Sebagai seorang dokter, memiliki peran dan fungsi yang berbeda, demikian pula perawat dan bidan. Terdapatnya struktur pengelola rumah sakit mulai dari direktur, dokter, perawat, bidan, apoteker, sanitarian dan sebagainya

      Dalam menjalankan tugasnya seorang dokter, perawat, dan bidan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang kesehatan. Sebelum melaksanakan praktik, setiap lulusan pendidikan kesehatan diwajibkan untuk mengikuti pendidikan profesi.

      Bagi masyarakat yang beragama praktik pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kepada umat. Selaras dengan kode etik, ilmu pengetahuan, dan keterampilan profesi yang dimiliki merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pelayanan kesehatan pun perlu dianggap sebagai bagian dari ibadah.




INDIVIDU, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu.
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan (selo sumarjan dan sulaiman..s)
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah 3 hal aspek kehidupan yang saling berkaitan. Penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu, sedangkan masyarakat menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehingga tidak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena adanya penduduk. Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Hal-hal yang sekarang sedang terjadi di dunia adalah kepadatan penduduk mari kita ambil contoh dari kepadatan penduduk di Kota Jakarta dikatakan dalam Surat kabar The Jakarta Post (edisi Jumat, 21 Agustus 2010) menyebutkan bahwa penduduk Jakarta berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Menurut hasil sensus nasional terakhir, ibu kota dihuni oleh hampir 9,6 juta orang melebihi proyeksi penduduk sebesar 9,2 juta untuk tahun 2025. Populasi kota ini adalah 4 persen dari total penduduk negara, 237.600.000 orang.
Dengan angka-angka ini, kita dapat menyimpulakn bahwa populasi kota telah tumbuh 4,4 persen selama 10 tahun terakhir, naik dari 8,3 juta pada tahun 2000. Apa yang dikatakan angka-angka ini? “Ibukota telah kelebihan penduduk/Overload” Pada tingkat ini, Jakarta memiliki kepadatan penduduk 14.476 orang per kilometer persegi. Sebagai akibatnya, para pembuat kebijakan kota perlu merevisi banyak target pembangunan kota ini, termasuk penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, perumahan, kesehatan dan infrastruktur, sebagai peredam masalah pada saat kota sudah mengalami kepadatan penduduk yang sangat menghawatirkan.
Penyebab dari kepadatan penduduk yang terjadi di Kota Jakarta adalah terpusatnya perpindahan penduduk ke Kota Jakarta di karenakan lapangan kerja yang lebih luas sehingga masyarakat dapat berasumsi bahwa mereka dapat memperbaiki kehidupannya di Kota Jakarta, Kemudian factor modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu berfikir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Faktor pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap melunjaknya jumlah penduduk. Universitas terbaik di Indonesia baik negeri maupun swasta ada perkotaan termasuk di Jakarta.
Dampak dari kepadatan penduduk juga berpengaruh terhadap hubungan sosial dan kebudayaan yang terjadi di Jakarta. Banyaknya penduduk yang berpindah ke Jakarta menyebabkan penduduk itu haru dapat beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya yang dapat menimbulkan perubahan kehidupan sosial individu tersebut. Kemudian banyaknya budaya luar yang masuk ke dalam Indonesia menyebabkan banyaknya warga yang meninggalkan kebudayaan tradisional tidak hanyak budaya luar yang dapat menimbulkan masalah kebudayaan Indonesia tetapi juga karena faktor modernisasi teknologi dapat menimbulkan permasalahan dalam kebudayaan Indonesia.
Kita contohkan saja budaya tari tradisional dan tari modern karena kebanyakan penduduk Indonesia berasumsi bahwa tari modern lebih menarik dan tidak membosankan daripada tari tradisional maka dapat kita simpulkan dari contoh tersebut bahwa kurangnya kesadaran penduduk Indonesia terhadap akan pentingnya kebudayaan Indonesia dapat menimbulkan krisis dalam budaya yang ada dalam budaya Indonesia.
Dalam hal perbaikan, pemerintah Jakarta memang mengambil langkah-langkah untuk membatasi urbanisasi. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi masuknya migran ke kota, dengan hanya mereka yang telah dijamin pekerjaannya diijinkan untuk tinggal di kota, sementara petugas dari lembaga ketertiban umum kota sering melakukan serangan terhadap warga ilegal.
Semua upaya untuk mengekang tingkat kelahiran di kota itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak dapat membatasi urbanisasi. Untuk mengatasi masalah ini, Jakarta tidak bisa bekerja sendiri karena masih ada faktor yang mendorong urbanisasi dari berbagai daerah. Namun Semua masalah ini hanya bisa dipecahkan jika ada kemauan politik dari pemerintah pusat untuk menangani masalah mengurangi kesenjangan antara Jakarta dan provinsi-provinsi lainnya.
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Manusia memiliki kemampuan menciptakan kebudayaan. Dengan budayanya, Manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi, oleh karena itu manusia perlu menekankan perinsip kemanuaiaan. Prinsip kemanusiaan mengandung arti adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Yang bias melakukannya hanya manusia pula.

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan menurut para ahli sebagai berikut:
1.      Herskovits, kebudayaan adalah sesuatu yang turun-menurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganisk.
2.      Andreas Eppink, kebudayaan adalah keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur social, religious dan lain-lain, ditambah lagi dengan segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
3.      Edward B. Taylor, Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat sitiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
4.      Selo Soemardjan, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, cipta masyarakat.
5.      Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta hasil budi pekertinya.
6.      Heemingman, kebudayaan terdiri dari tiga jenis yaitu; gagasan, aktifitas dan artefak.
PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan/kultur, berasal dari kata cultuur (Belanda), culture (Inggris), tsqafah (Arab), atau colore (Latin) yang artinya mengolah mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan.
Kebudayaan berasal dari kata budhayah (sansekerta) bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Adapula yang mengartikan sebagai budi dan adaya yang berarti pikiran, perasaan dan perbuatan.
Berdasarkan pengertian diatas, kebudayaan mempunyai arti dua dimensi umum yaitu:
  1. Yang dapat diamati.
  2. Yang tidak dapat diamati
Menurut aliran materialism atau beharviorisme kebudayaan didefenisikan oleh para ahli sebagai berikut:
  1. Good enaugh : Pola-pola kehidupan dalam komunitas, aktivitas berulang-ulang secara regular serta pengaturan material dan sosial.
  2. Eugene A. Nida : perilaku manusia yang diajarkan terus menerus dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.
  3. J. Verkuyl : segala sesuatu yang dikerjakan manusia, sebagai segala sesuatu yang dibuat oleh manusia.
PENGGOLONGAN DAN WUJUD KEBUDAYAAN
Wujud kebudayaan (Koentjara Ningrat) dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide- ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
  2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Pengertian kebudayaan sebagai pola perilaku mengisyaratkan bahwa kebudayaan dapat dipelajari. Beberapa cara belajar tentang kebudayaan (koentjaraningrat), antara lain:
  1. Proses intrenaslisasi; proses belajar yang berlangsung sejak individu lahir sampai akhir hayatnya (dalam proses ini individu belajar untuk menanamkan segala hasrat, perasaan dan emosi yang diperlukan untuk menjalani kehidupan).
  2.  Proses sosialisasi; proses belajar yang berlangsung sejak masa kanak-kanak hingga tua (dalam proses ini individu belajar tentang pola-pola tindakan dalam berinteraksi dengan beraneka ragam individu disekelilingnya).
  3. Proses enkulturasi, (proses yang sudah terjadi sejak individu masih kecil. Yang dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian lingkungan teman-teman. Lalu linkungan yang formal misalnya sekolah, dan pada akhirnya lingkungan masyarakat). Hal hal yang dipelajari antara lain kontrol sosial, prasangka, gaya hidup, bahasa, belajaryang dijadikan pegangan dalam bertingkah laku.
Batasan-batasan Kebudayaan:
  1. Nilai: hal-hal yang dianggap bagus / tidak bagus dan diharapkan / tidak diharapkan.
  2. Norma: aturan dalam masyarakat tentang perilaku, pemikiran dan perasaan yang benar atau salah.
  3. Adat istiadat (folkways): norma yang mengatur tingkah laku yang diharapkan pada situasi harian.
  4. Kebiasaan (mores): tindakan yang benar atau salah, bermoral atau tidak bermoral.
  5. Taboo: kebiasaan yang dianggap negatif.
  6. Hukum (law): kode-kode formal dari perilaku yang mengikat keseluruhan masyarakat.
  7. Sanksi dan ganjaran: imbalan yang memperkuat pelaksanaan adat, norma, aturan atau undang-undang.
UNSUR BUDAYA
Unsur-unsur budaya menurut Prof. Koentjaraningrat, sebagai beikut:
  1. Seni                                         : keindahan, rasa artistik dan estektik secara obyektif.
  2. Bahasa                                     : alat komunikasi yang berupa lisan, tulisan, dan isyarat.
  3. Religi                                       : keyakinan mencakup agama
  4. Adat istiadat                           : kebiasaa, atau tradisi yang dilembagakan
  5. Mata pencaharian                    : sumber penghidupan bagi manusia
  6. Sistem kemasyarakatan           : tatanan masyarakat
  7. IPTEK: bagian dari modernitas.
ETIKA DAN ESTETIKA
1.      Etika Manusia Dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos. Secara etimologis adalah ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sevbagainya. Etika sering disamakan dengan moral, ahlak atau kesusialaan. Etika bersifat pembatas dalam mengespresikan kebudayaan.
Ada tiga makna etika menurut Bertnes, yaitu:
  1. Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
  2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai (kode etik)
  3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk (filsafat moral)
Etika berbudaya mengandung tuntutan/keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung niai-nilai etik yang bersifat universal (diterima semua orang). Budaya yang memiliki nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

2.      Estetika Manusia Dalam Berbudaya

Estetika adalah teori tentang keindahan atau berkaitan dengan nilai-nilai indah-tidak indah. Estetika dapat dimaknai sebagai berikut:
  • Secara luas: keindahan yang mengandung ide kebaikan.
  • Secara sempit: indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan warna).
  • Secara estetik murni: menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, dan perasaan, yang semuanya dapat menimbulkan persepsi (anggapan) indah. Budaya yang estetik berari budaya itu memiliki unsur keindahan. Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur keindahan. Semua kebudayaan memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut.
ETIKA DAN ESTETIKA
1. Pewarisan kebudayaan, Adalah proses pemindahan, penerusan pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan. Pewarisan tersebut bersifat vertikal artinya budaya diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk diguanakan, dan selanjutnya diteruskan kepada generasi yang akan datang.
2. Perubahan kebudayaan, adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya ketiksesuaian diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan. Beberapa aspek yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan:
  • Perubahan lingkungan alam.
  • Kontak dengan suatu kelompok
  • Adanya penemukan (discovery)
  • Memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru.
  • Adopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain.
3.Penyebaran kebudayaan (difusi), adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan suatu kelompok ke kelompok lain atau masyarakat ke masyarakat lain.
Macam-macam pengabungan budaya:
a.          Difusi, adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
b.            Asimilasi, adalah peleburan dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.
Syarat asimilasi antara lain: adanya kebudayaan yang berbeda, pergaulan kebudayaan secara intensif dalam waktu yang lama, masing-masing kebudayaan tersebut saling berubah dan menyesuaiakan diri.
c.             Akulturasi, adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan keaslian.
d.            Akomodasi, adalah suatu keadaan yang merujuk pada tercitanya keseimbangan dalam hubungan-hubungan sosial antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau usaha untuk meredakan pertentangan atau usaha untuk mencapai kestabilan interaksi sosial.
HUBUNGAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
•Masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas.
•Individu à Keluarga à Masyarakat berkaitan erat dengan aspek sosial dari individu yang menggambarkan kebutuhan hakiki dari manusia, yang tercakupi melalui kontak individu dengan keluarga dan masyarakatnya.


KONSEP NILAI, SISTEM NILAI, DAN SISTEM SOSIAL

KONSEP NILAI
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah dirmuskan oleh beberapa ahli seperti :
·         Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi  yang  hidup  dalam  alam  fikiran  sebahagian  besar  warga  masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
·         Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
·         Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan,  pengembangan,  penerapan  budaya  dalam  kehidupan,  berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya. Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

SISTEM NILAI
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai ………. sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. Orientasi nilai budaya adalah ……. Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah pokok kehidupan.
 
Ada beberapa pengertian tentang nilai, yaitu sebagai berikut:
  • Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai denagn tututan hati nuraninya (pengertian secara umum)
  • Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang tentang kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek atau prilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan seseorang (simon,1973).
  • Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran atau keinginan mengenai ide-ide, objek, atau prilaku khusu (Znowski, 1974)
Pancasila merupakan sumber utama nilai – nilai di Indonesia. Adapun nilai nilai yang terkandung pada pancasila antara lain:
a.            Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa artinya aanya pengakuan terhadap adanya tuhan sebagai pencipta alam semesta. Dengan adanya ini bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religious bukan Negara Atheis . nilai ketuhanan juga memiliki arti adanya pengakuan dan kebebasan memilih dan memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing masing serta tidak berlaku diskriminatif terhadap kepercayaaan agama lain.
Namun pada faktanya , saat Pemilihan umum di Jakarta banyak sekali dijumpai ketidak pahaman akan nilai ketuhanan. Mmisalnya adanya penyebaran isu SARA yang menyerang salah satu calon pasangan gubernur. Mereka beranggapan pemimpin yang tidak seiman akan memberikan mudharat daripada manfaat.Dengan cara tersebut pasangan cagub yang menyerang tersebut agar mampu memenangkan pilkada Jakarta tersebut. Cara yang demikian ini sangat bertentengan dengan nilai ketuhanan pancasila yang sangat menghargai keberagaman agama. Semoga kita tidak seperti contoh diatas.
b.            Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adill dan beradap memiliki arti bahwa setiap manusia meiliki kelebihan dan kekuangan dari orang lain. Nilai ini mengajjarkan bagaimana kita bersikap dengan orang lain, menjaga perasaan orang lain, dll.
Berbicara tentang nilai kemanusiaaan tentu tak lepas dari HAM atau hak asasi manusia yang insyaAllah Akan Kami posting pada kesempatan berikutnya.
c.            Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kearah  bersatu dan kebullatan rakyat membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan republic Indonesia . persatuan juga merupakan penghargaan terhadap keberagaman kebudayaan , sesuai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Namun saat ini , nilai persatuan tersebut semakin berkurang. Yang paling teranyar adalah bentrokan mahasiswa satu kampus di Makassar beberapa waktu  lalu. Hanya karena masalah sepele namun menggunakan otot bukan otak. Bahkan ada yang tak segan membunuh temannya sendiri. Miris jika kita melihatnya. Seharusnya sebagai generasi muda kita bersatu untuk berkarya dan menciptakan sesuatu yang berguna bagi masyarakat inndonesia, bukan malah tawuran dan saling memmbunuh.
d.           Nilai kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perrwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari,,oleh dan untuk rakyat. Nilai kerakyatan ini sangat erat dengan proses demokrasi yang ada di Indonesia yang insyaAllah Akan Kami terbitkan pada kesempatan yang akan datang.
e.            Nilai Keadilan
Nilai keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu  tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriyah dan batiniyah. Namun kenyataannya di Indonesia sangat sulit sekali dijumpai sebuah keadilan. Misanya pembangunan. Nampak jelas pembangunan hanya dipusatkan pada pulau jawa saja, namun untuk daerah atau pulau lainnya jaarang sekali terjamah, lihat saja di Kalimantan. Jarag sekali dijumpai jalan beraspal sehingga transportasi disana sangat sulit. Bandingkan dengan di jawa yang sangat mudah untuk transportasi.
Nilai nilai tersebut bersifat abstrak dan normative , karena sifatnya itu maka isinya belum bias dioperasionalkan. Agar mampu mengoperasionalkan nilai tersebut dijabarkan dalam suatu undang undang dasar  (UUD 1945) dan peraturan perundang undangan lainnya.
Nilai merupakan suatu ciri, yaitu sebagai berikut:
  • Nilai-nilai membentuk dasar prilaku seseorang
  • Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola prilaku yang konsisten.
  • Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi prilaku seseorang.
  • Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang yang secara intelektual diyakinkan tentang sutu nilai serta memegang teguh dan mempertahan kannya.
Metode Mempelajari Nilai-Nilai
  • Menurut teori klasifikasai nilai-nilai, keyakinan atau sikap dapat menjadi suatu nilai apabila keyakinan tersebut memenuhi tujuh kriteria sebagai berikut:
  • Menjunjung dan menghargai keyakkina dan rilaku seseorang
  • Menegaskan didepan umum , apabila cocok
  • Memilih dari berbagai alyernatif
  • Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya
  • Memilih secara bebas
  • Bertindak
  • bertindak denngan pola konsisten
Keyakinan
  • Ada beberapa pengertian tentang keyakinan, yaitu sebagi berikut:
  • Keyakinan adalah sesuatu yang diterima sebagai kebenaran melalui pertimbangan dan kemungkinan, tidak berdasarkan kenyataan
  • Keyakinan merupakan pengorganisasian konsep kogniti, misalnya individu memegang keyakinan yang dapat dibuktikan melalui kejadian yang dapat dipercaya
  • tradisi rakyat atau keluarga merupakan keyakinan yng berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain

Sikap

Sikap adalah suasana perasaan atau sifat, dimana prilaku yang ditujukan kepada orang, objek, kondisi atau situasi, baik secaa tradisional maupun nulai atau keyakinan. Sikap dapat diajarkan melalui cara: Memberi contoh, teladan atau model peran. Setiap individu belajar dari seperangkat contoh melaui prilaku orang lain yang diterimanya,
Membujuk atau meyakinkan .Membujuk atau meyakinkan seseorang mempunyi dasar kognitf. Hal ini tidak terkait dengan aspek emosional dari prilaku seseorang. Mengajarkan melalui budaya. Budaya dan agama mempengaruhi prilaku seseorang tanpa pilihan. Setiap individu dapat menerima keyakinan tersebut pilihan terbatas. Prilaku seseorang dikontrol dengan membatasi pilihan seseorang dengan tidak mempunyai pilihan secara bebas. Menetapkan melalui peraturan-peraturan. Ketentuan dan peraturan yang digunakan untuk mengontrol prilaku seseorang adalah sebagai berikut:
  • Perilaku yang dipelajari biasanya dapat diterima secara sosial dan diterapkan dalam situasi yang sama dengan waktu yang akan dating
  • Berprilaku dalam cara tertentu karena takut diberi sanksi, sehingga tidak mempertimbangkan nilai benar atau salah
  • Menggunakan nilai untuk mengarahkan prilakunya, berarti dapat membedakan baik dan buru, benar atau salah.
·                     Mempertimbangkan dengan hati nurani
Orang sering mempelajari seperangkat norma prilaku yang dianggap benar. Kegagalan untuk Mengikuti norma ( hati nurani ) dapat mengakibatkan perasaan bersalah


SISTEM NILAI BUDAYA
A.  SISTEM
Sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :
1.      L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
2.      John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
3.      C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
4.      J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.
5.      Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.
B.  NILAI
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
C.  NILAI BUDAYA
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
D.  SISTEM NILAI BUDAYA
Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai – nilai budaya itu merupakan konsep – konsep mngenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai , berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai – nilai budaya ini bersifat umum , luas dan tak konkret maka nilai – nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat.
Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep –konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan masyarakat.
Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhohn , tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi system nilai budaya adalah :
Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)
Ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan .Pada agama Budha misalnya,pola – pola tindakan manusia akan mementingkan segala usaha untuk menuju arah tujuan bersama dan memadamkan hidup baru. Adapun kebudayaan – kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat mengusahakan untk menjadikannya suatu hal yang indah dan menggembirakan.
Masalah mengenai hakekat dari karya manusia ( disingkat MK).Kebudayaan memandang bahwa karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup,kebudayaan lain menganggap hakekat karya manusia itu untuk memberikannya kehormatan,ada juga kebudayaan lain yang menganggap karya manusia sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi.
Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (disingkat MW)
Kebudayaan memandang penting dalam kehidupan manusia pada masa lampau, keadaan serupa ini orang akan mengambil pedoman dalam tindakannya contoh – contoh dan kejadian- kejadaian dalam masa lampau. Sebaliknya ada kebudayaan dimana orang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Dalam kebudayaan ini perencanaan hidup menjadi suatu hal yang sangat amat penting.
Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya (disingkat MA)
Kebudayaan yangh memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat sehingga manusia hanya dapat bersifat menyerah tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya ,banyak pula kebudayaan lain yang memandang alam sebagai lawan manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain masih ad yang menganggap bahwa  manusia dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam.
Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya (disingkat MM)
Ada kebudayaan  yang memntingkan hubungan vertical antara manusia dengan sesmanya. Tingkah lakunya akan berpedoman pada tokoh – tokoh pemimpin. Kebudayaan lain mementingkan hubungan horizontal antara manusia dan sesamanya. Dan berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga dan sesamanya merupakan suatu hal yang penting dalam hidup. Kecuali pada kebudayaan lain yang tidak menganggap manusia tergantung pada manusia lain, sifat ini akan menimbulkan individualisme.

SISTEM SOSIAL
Suatu sistem yang sudah distabilisasikan dan merupakan hasil dari hubungan antara struktur sosial dan sistem kebudayaan.
Terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar – individu dalam rangka kehidupan masyarakat. ( Lebih konkret dan nyata dari sistem budaya).
Pendekatan struktural-fungsional memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk keseimbangan, sehingga sering disebut pula pendekatan tertib sosial, pendekatan integrasi atau pendekatan keseimbangan.
Asumsi dasar dari pendekatan struktural fungsional adalah :
5)      Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem dari suatu sistem daripada bagian-bagian yang salaing berhubungan satu sama lain.
6)      Hubungan antara setiap bagian adalah bersifat saling mempengaruhi dan timbal balik
7)      Sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis, artinya menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan memelihara perubahan yang terjadi agar perubahannya terjadi secara minimal. Meskipun menyadari bahwa integrasi sosial tidak mungkin tercapai secara sempurna.
8)      Sistem sosial selalu mengarah ke integrasi sosial, melalui penyesuian ketegangan – ketegangan dan proses institusionalisasi.



MORAL, ETIKA, NORMA, NILAI, DAN AKHLAK
A.    AKHLAK
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
B.     ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut :
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
C.    MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
D.    NORMA
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret
Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis
E.     NILAI
Dalam membahas nilai ini biasanya membahas tentang pertanyaan mengenai mana yang baik dan mana yang tidak baik dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan yang memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat berkaitan dangan pembahasasn etika. Kajian mengenai nilai dalam filsafat moral sangat bermuatan normatif dan metafisika.
Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat, kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial.



PANDANGAN NILAI MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT

A.     Konsep Individu dan Keluarga
Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula ibu. Anak masih dapat dibagi, sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu. Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek, yaitu aspek organ jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial.
Dalam perkembangannya menjadi manusia sebagaimana kita ketahui bersama, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi tersebut membantu individu mengembangkan ketiga aspek tersebut. Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, sebab salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi nilai, norma, dan simbol yang di anut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga yang dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang, maksud, dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukan merupakan fenomena yang tetap, melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga. Akan tetapi, bagi kalangan yang lain, apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

B.     Konsep Masyarakat dan Kebudayaan
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentuk kehidupan bersama itu sendiri terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, terbentuk apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya, antara lain masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, industri, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan  ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah yang cakupannya dapat bersifat mikro maupun makro. Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan disini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri atas proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. 

C.    Konsep Keluarga sebagai Masyarakat
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat, berikut ini pengertian keluarga menurut beberapa ahli :
1.         Bergess (1962), yang dimaksud keluarga adalah kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/ hubungan sedarah atau hasil adopsi ; anggotanya tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial, dan mempunyai kebiasaan/ kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
2.         WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, dan perkawinan.
3.         Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
4.         Duvall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
5.         Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
6.         Departemen Kesehatan R.I. (1998), keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut:
1.         Fungsi Biologis
Fungsi biologis, yaitu ntuk meneruskan keturuanan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.
2.         Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga, memberi perhatian di antara keluarga, memberi kedewasaan kepribadian anggota keluarga, dan memberi identitas keluarga.
3.         Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
4.         Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5.         Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa, dan mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar yang mencakup delapan tugas pokok sebagai berikut :
1.         Bertanggung jawab dalam pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2.         Memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga.
3.         Melaksanakan pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
4.         Melakukan sosialisasi antar-anggota keluarga.
5.         Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6.         Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7.         Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8.         Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.



Friedman (1988) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.
1.         Fungsi Afektif (the affective function).
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga mengembangkan gambara diri yang positif, perasaan dimiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang, reinforcement dukungan yang semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagian keluarga. Sering perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif tidak terpenuhi.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif adalah:
a.         Memelihara Saling Asuh (mutual nurturance).
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya untuk memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung (Friedman, 1986). Hubungan intim dalam keluarga merupakan modal dasar dalam membina hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Sebuah prasyarat untuk mencapai saling asuh adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan hubungan perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara.
Brown (1989) memandang mutual nurturance sebagai suatu fenomena spiral. Karena setiap anggota menerima kasih sayang dan perhatian dari anggota lain dalam keluarga, kapastitasnya untuk memberi kepada anggota lain meningkat, dengan hasil adanya saling mendukung dan kehangatan emosional. Konsep kunci disini adalah mutualitas dan reproksitas.
b.        Keseimbangan Saling Menghargai.
Pendekatan yang cukup baik untuk menjadi orang tua di istilahkan dengan keseimbangan saling menghargai (Colley, 1978). Saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif yang tiap anggota diakui dan dihargai keberadaan dan haknya baik orang tua maupun anak, sehingga fungsi afektif akan dicapai. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah keluarga harus memelihara suasana ketika harga diri dan hak-hak dari kedua orang tua dan anak sangat dijunjung tinggi. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan dan tanggung jawab anggota keluarga yang lain (Colley, 1978).
Memelihara keseimbangan antara hak-hak individu dalam keluarga berarti menciptakan suasana yang orang tua maupun anak-anak tidak diharapkan memenuhi tingkah laku dari yang lain. Orang tua perlu menyediakan struktur yang memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas dapat dibuat dan dipahami. Namun, perlu dibentuk fleksibilitas dalam sistem keluarga agar memberi ruang gerak bagi kebebasan untuk berkembang menjadi individu (Tunner, 1970).
c.         Pertalian dan Identifikasi.
Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih sayang (attachment) digunakan secara bergantian. Kasih sayang adalah ikatan emosional yang relatif unik dan abadi antara dua orang tertentu (Wright dan Leahey, 1984). Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru dan kemudian dikembangkan dengan kesesuaian pada berbagai aspek kehidupan, keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai anak. Kasih sayang antara ibu dan bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang dini mempengaruhi sifat dan kualitas hubungan kasih sayang selanjutnya, dan hubungan ini memengaruhi perkembangan psikososial dan kognitif anak (Ainsworth, 1966). Hubungan dikembangkan dengan hubungan orang tua dan anak, antara anak-anak melalui proses identifikasi. Identifikasi merupakan unsur penting dalam pertalian, dan juga inti dari hubungan keluarga. Turner (1970) menjelaskan bahwa dalam definisi yang sangat sederhana, identifikasi adalah suatu sikap ketika seseorang mengalami apa yang terjadi dengan orang lain seolah-olah hal ini terjadi pada dirinya. Proses identifikasi adalah inti ikatan kasih sayang. Oleh karena itu, perlu diciptakan proses identifikasi yang positif karena anak meniru perilaku orang tua melalui hubungan interaksi mereka.
d.        Keterpisahan dan Kepaduan.
Salah satu masalah pokok psikologis yang sentral dan menonjol yang meliputi kehidupan keluarga adalah cara keluarga memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, dan bagaimana hal ini memengaruhi identitas dan harga diri individu. Selama tahun-tahun awal sosialisasi, keluarga membentuk dan memprogramkan tingkah laku seseorang anak, dengan demikian membentuk rasa memiliki identitas. Jadi, untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga harus mencapai pola keterpisahan (separatness) dan keterpaduan (connectedness) yang memuaskan. Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik, beberapa keluarga memberikan penekanan pada satu sisi daripada sisi lain .
2.         Fungsi Sosialisasi (the socialization function)
Sosialisasi di mulai pada saat lahir dan hanya di akhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup ketika individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial, yang mereka alami. Ini termasuk internalisasi satu set norma dan nilai yang cocok bagi remaja berusia 14 tahun. Pergantian berusia 20 tahun, orang tua berusia 24 tahun, kakek atau nenek yang berusia 50 tahun, orang yang telah pensiun dalam usia 65 tahun. Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau kelompok manusia, yang berdasarkan sifat kelenturannya, melalui pengalaman yang di peroleh selama hidup, mereka memperoleh karakteristik yang di peroleh secara sosial (Honigman, 1967). Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan atau perubahan yang di alami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial (Gegas , 1979). Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Setiap tahap perkembangan keluarga dan individu (anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang di wujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, perilaku melalui hubungan-hubungan dan interaksi dalam keluarga, Sehingga mampu berperan di masyarakat.
3.         Fungsi Reproduksi (the reproductive function).
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keberlangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dan dengan adanya program KB,  maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran yang tidak di harapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahir keluarga baru dengan satu orang tua.
4.         Fungsi Ekonomi (the economic function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, dan rumah keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sukar di penuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan. Perawat / bidan mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat di gunakan keluarga meningkatkan status kesehatan.
5.         Fungsi Perawatan Keluarga atau Pemeliharaan Kesehatan (the healthcare function)
Bagi profesional kesehatan keluarga, fungsi keperawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Untuk menempatkannya dalam persfektif, fungsi ini adalah salah satu fungsi keluarga dan memerlukan penyediaan kebutuhan fisik, makanan, pakaian, tempatr tinggal, dan perawatan kesehatan.

D.     Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman di kutip oleh Balion dan Maglaya (1978) itu mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota yang sakit, mempertahankan suasana rumah yang sehat, dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
1.         Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan kadang seluruh kekuatan sumber dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan yang di alami anggota keluarga.
2.         Membuat Keputusan Tindakan Kesehatan yang Tepat.
Tugas ini merupakan tugas upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tempat tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
3.         Memberi Perawatan kepada Anggota Keluarga yang Sakit.
Seringkali, keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah di ketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
4.         Mempertahankan Suasana Rumah yang Sehat
Rumah adalah tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga anggota keluarga waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal .
5.         Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan sumber fasilitas kesehatan yang ada di sekitar, apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan penyakit .

E.       Bentuk Keluarga
1.         Keluarga Tradisional
a.         The Nuclear Family (Keluarga Inti)
Keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak.
b.        The Dyad Family.
Keluarga yang terdiri atas suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
c.         Keluarga Lansia.
Keluarga yang terdiri atas suami, istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.
d.        The Childless Family.
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, disebabkan mengejar karier atau pendidikan yang terjadi pada wanita.
e.         The Extended Family (Keluarga luas atau besar).
Keluarga yang terdiri atas tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti Nuclear Family disertai : paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan, dan lain-lain.


f.         The Single-Parent Family (Keluarga Duda atau Janda).
Keluarga yang terdiri atas satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses penceraian, kematian, dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan).
g.        Commuter Family.
Kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota dapat berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan.
h.        Multigenerational Family.
Keluarga dengan beberapa generasi, atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i.          Kin-Network Family.
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dan lain-lain.
j.          Blended Family.
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan mebesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
k.        The Single Adult Living Alone or Single-Adult Family.
Keluarga yang terdiri atas orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti penceraian, atau ditinggal mati.
2.         Keluarga Non-Tradisional
a.         The Unmarried Teenage Mother.
Keluarga yang terdiri atas orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b.        The Stepparent Family.
Keluargaa dengan orang tua tiri.

c.         Commune Family.
Beberapa pasangan keluaraga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak melalui aktifitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
d.        The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family.
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e.         Gay and Lesbian Family.
Seseorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin dan hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partner).
f.         Cohabitating Couple.
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g.        Group-Mariage Family.
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling berbagi sesuatu, termasuk seksual dan membesarkan anaknya.
h.        Group Network Family.
Keluarga inti yang dibatasi oleh seperangkat aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i.          Foster Family.
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendap[atkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang asli.



j.          Homeless Family.
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen kerena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k.        Gang.
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

F.      Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalm maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Peran bidan yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktivitas bidan dalam praktik yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab kebidanan secara professional sesuai dengan kode etik profesional. Setiap peran dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan. Nye (1976) bependapat terdapat dua perspektif dasar menyangkut peran orientasi strukturalis yang menekankan pengaruh normatif (cultural) yaitu pengaruh yang berkaitan dengan status tertentu dan peran terkaitnya (Linton, 1945), dan orientasi interaksi Turner (1970) yang menekankan timbulnya kualitas peran yang lahir dari interaksi sosial.
Peran didefinisikan dalam pemahaman yang lebih struktural, karena praskripsi normatif dalam keluarga, meskipun berbeda-beda, secara relatif masih didefinisikan secara lebih baik (Nye, 1976). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang okupan peran (role occupan) dalam situasi sosial tertentu. Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain. Yang menyangkut peran tersebut.
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Berbagai peran yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut.
1.         Peran ayah.
Ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagaai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2.         Peran ibu.
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3.         Peran anak.
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Peran Keluarga terbagi menjadi Dua, diantaranya yaitu :
1.         Peran Formal Keluarga
Berkaitan dengan setiap posisi formal keluarga adalah peran terkait, yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggota keluarga seperti cara masyarakat membagi peran menurut bagaimana pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Ada peran yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan tertentu, ada peran lain yang tidak terlalu kompleks dapat didelegasikan kepada mereka yang kurang terampil atau kepada mereka yang kurang memiliki kekuasaan.
Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga (pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak, manajer keuangan dan tukang masak). Jika dalam keluarga hanya terdapat sedikit orang yang memenuhi peran ini, lebih banyak tuntutan dan kesempatanbagi anggota keluarga untuk memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota keluarga meninggalkan rumah dan karenanya ia tidak memenuhi suatu peran, anggota lain mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi.peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu :
1)         Peran sebagai provider atau penyedia.
2)        Sebagai pengatur rumah tangga.
3)         Perawatan anak.
4)        Sosialisasi anak.
5)        Rekreasi.
6)        Persaudaraan (kinship) (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal).
7)        Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan).
8)        Peran seksual.
2.         Peran Informal Keluarga
Peran informal bersifat implicit, biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan keluarga (satir, 1967). Kievit (1968) menerangkan bahwa peran informal mempunyai tuntunan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin, dan lebih didasarkan pada atribut-atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga individual.
Beberapa contoh peran informal yang brsifat adaptif dan yang merusak kesejahteraan keluarga, antara lain :
1)        Pendorong.
Pendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari orang lain. Akibatnya, ia dapat merangkul orang lain dan membuat orang lain mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan mernilai untuk didengar.
2)        Pengharmonis.
Berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota penghibur menyatukan kembali perbedaan pendapat.
3)        Inisiator-kontributor.
Mengemukakan dan mengajukan ide baru atau cara mengingat masalah atau tujuan kelompok.
4)        Pendamai dan penghalang.
5)        Dominator.
Cenderung memaksakan kekuasaan atau superioritas dengan memanipulasi anggota kelompok tertentu dan mengembangkan kekuasaannya dan bertindak seakan-akan ia mengetahui segala-galanya dan tampil sempurna.
6)        Pencari nafkah.
Pencari nafkah, yaitu tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam hal ini adalah makanan yang dibutuhkan anggota keluarga.
7)        Martir.
Tidak menginginkan apa saja untuk dirinya ia hanya berkorban untuk anggota keluarga.
8)        Kambing hitam keluarga.
Masalah anggota keluarga yang telah diidentifikasi dalam keluarga. Sebagai korban atau tempat pelampiasan ketegangan dan rasa bermusuhan, baik secara jelas maupun tidak. Kambing hitam berfungsi sebagai tempat penyaluran.
9)        Penghibur dan perawat keluarga.
10)    Pioneer keluarga.
Pioneer keluarga, yaitu membawa keluarga pindah kesuatu wilayah asing, dan dalam pengalaman baru.
11)    Koordinator keluarga.
Mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi kepedihan.
12)    Distraktor dan orang yang tidak relevan.
Distraktor bersifat tidak relefan, dengan menunjukkan prilaku yang menarik perhatian, ia membantu keluarga menghindari atau melupakan persoalan yang menyedihkan dan sulit.
13)    Penghubung keluarga.
Perantara keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitor komunikasi dalam keluarga.
14)    Saksi.
Saksi, yaitu sama dengan pengikut, kecuali dalam beberapa hsl, saksi lebih pasif. Saksi hanya mengamati, tidak melibatkan dirinya.



KONSEP DASAR MASYARAKAT
A.    DEFINISI MASYARAKAT
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat. Menilik kenyataan di lapangan,suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang suku.Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas.
Dalam ilmu sosiologi kita kit mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota- anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angota nya.

B.     MASYARAKAT MENURUT PARA AHLI

1.      Azrul Azwal (2000)
Masyarakat adalah jalinan hubungan social yang selalu berubah-ubah sesuai kebiasaan karena masyarakat dibentuk dari suatu kebiasaan, wewenang, dan kerjasama ari bebagai kelompok.
2.      H.J Herskavies.
Masyarakat adalah sekelompok manusia atau kelompok individu yang dikoordinasi dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
3.      Solo soemardjan.
Masyarakar adalah orang-orang yang hidup bersama an menghasilkan kebudayaan tertentu.
4.      J.L Gun dan J.P
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang tesebar dan mempunyai kebiasan, tradisi, sikap, dan perasaan-perasaan yang sama.
5.      Kontjaraningrat (1990)
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. (Effendy, N, 1998)
6.      Soerdjono Soekanto (1982)
Masyarakat atau komunitas adalah menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi) dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya.
7.      Mac Iaver (1957)
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang mendiami territorial tertentu dan adanya sifat-sifat yang saling tergantung, adanya pembagian kerja dan kebudayaan bersama.
8.      Linton (1936)
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga dapat mengorganisasikan diri dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

C.    CIRI-CIRI MASYARAKAT
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
Di dalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perseorangan, antar kelompok-kelompok maupun antara perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya interaksi sosial harus memiliki dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
2.      Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil RT/RW, Desa Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan bahkan Negara.
3.      Saling tergantung satu dengan lainnya
Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling tergantung satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai keterampilan sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing. Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar tetap berhasil dalam kehidupannya.
4.      Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
Adat istiadat dan kebudayaan diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup bidang yang sangat luas diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
5.      Memiliki identitas bersama
Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting untuk menopang kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas. Identitas kelompok dapat berupa lamang-lambang bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata tajam, kepercayaan dan sebagainya.
D.    UNSUR-UNSUR MASYARAKAT
Unsur-unsur suatu masyarakat:
a.  Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak.
b.  Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
c.  Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
E.     UNSUR PEMBENTUKAN MASYARAKAT
Masyarakat dapat terbentuk atas berbagai unsure yang melatar belakanginya antara lain.
1.      Kategiri social.
Adalah kesatuan manusia yang terbentuk karena adnya kesamaan yang objektif dalam setiap manusianya, seperti jenis kelamin, usia, dan pendapatan.
2.      Golongan social.
Adalah kesatuan manusia yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu, golongan social terikat oleh system nilai, moral, dan adat istiadat tertentu yang berlaku pada masyarakat tersebut.
3.      Komunitas.
Adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati wilayahnya dan berinteraksi menurut suatu system adat istiadat serta terikat/dibatasi oleh wilayh geografis.
4.      Kelompok.
Adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi antar anggotanya mempunya norma yang berkembang dan adanya rasa identitas yang sama, serta mempunyai organisasi dan system pimpnan.
5.      Perhimpunan.
Adalah kesatuan manusia yangh berdasarkan sifat, tugas, yang sifat hubungannya berdasarkan kontak serta pimpinan berdasarkan kontrak.
F.     SYARAT-SYARAT TERBENTUKNYA MASYARAKAT
Untuk membenruk suatu perkumpulan atau yang biasa disebut dengan masyaakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.   Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2.  Adanya timbale balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya.
3.  Adanya suatu factor yang dimiliki bersama, sehinga hubungan anta mereka berambah kuat.
4.  Berstruktur dan mempunyai pola prilaku
5.  Bersistim dan berproses.
G.    TIPE-TIPE MASYARAKAT
Menurut Gilin and Gilin lembaga masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Dilihat dari sudut perkembangannya:
1.   Cresive Institution
Lembaga masyarakat yang paling primer, merupakan lembaga-lembaga yang secara tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat, misalnya yang menyangkut: hak milik, perkawinan, agama dan sebagainya.
2.   Enacted Institution
Lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya yang menyangkut: lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, pertanian, pendidikan yang kesemuanya berakar kepada kebiasaan-kebiasaan tersebut disistematisasi, yang kemudian dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disyahkan oleh negara.

Dari sudut sistem nilai yang diterima oleh masyarakat
1.      Basic institution
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, diantaranya keluarga, sekolah-sekolah yang dianggap sebagai institusi dasar yang pokok.
2.      Subsidiary institution
Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang muncul tetapi dianggap kurang penting, karena untuk memenuhi kegiatan-kegiatan tertentu saja. Misalnya pembentukan panitia rekreasi, pelantikan/wisuda bersama dan sebagainya.

Dari sudut pandang masyarakat
1.      Approved atau social sanctioned institution
Adalah lembaga yang diterima oleh masyarakat seperti sekolah, perusahaan, koperasi dan sebagainya.
2.      Unsanctioned institution
Adalah lembaga-lembaga masyarakat yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak dapat memberantasnya, misalnya kelompok penjahat, pemeras, pelacur, gelandangan dan pengemis dan sebagainya.

Dari sudut pandang penyebaran
1.      General institution
Adalah lembaga masyarakat didasarkan atas faktor penyebarannya. Misalnya agama karena dikenal hampir semua masyarakat dunia.
2.      Restricted institution
Adalah lembaga-lembaga agama yang dianut oleh masyarakat tertentu  saja, misalnya Budha banyak dianut oleh Muangthai, Vietnam, Kristen khatolik banyak dianut oleh masyarakat Italic, Perancis, Islam oleh masyarakat Arab dan sebagainya.

Dari sudut pandang fungsi
1.      Operative institution
Adalah lembaga masyarakat yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang  diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti lembaga industri.
2.      Regulative institution
Adalah lembaga yang bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak daripada lembaga itu sendiri, misalnya lembaga hukum diantaranya kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.

Bila dipandang cara terbentuk nya masyarakat:
1.      Masyarakat paksaan,misalnya negara, masyarakat tawanan.
2.      Masyarakat mardeka.
3.      Masyarakat natur,yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendiri nya, seperti: geromboklan (harde),suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
4.      Masyarakat kultur,yaitu masyarakat yang terjadi karena kapantingn kedunian atau kepercayaan.

Masyarakat dipandang dari sudut Antropologi terdapat dua type masyarakat:
1.      Masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum mengenaltulisan, dan tehknologi nya sederhana.
2.      Masyarakat sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala barmasyarakatbidang, kerena pengetahuan modern sudah maju,tehknologi pun sudah berkembang,dan sudah mengenaltulisan.
H.    MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Menurut para ahli :
1.      Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2.      Han-Sung, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
3.      Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
4.      Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
5.      Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara,
Secara global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.

Karakteristik Masyarakat Madani
Karakteristik ini yang merupakan prasyarat untuk merealisasikan wacana masyarakat madani tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang terintegral dan menjadi dasar serta nilai bagi masyarakat. Adapun karakteristiknya, menurut Arendt dan Habermas, antara lain :
1.      Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mapu melakukan transaksitransaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free publik sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga Negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2.      Demokratis, merupakan suatu entitas yang menjadi penegak yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3.      Toleran, merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghoramti aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
4.      Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan,
5.      Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.


PROSES PEMBENTUKAN MASYARAKAT
Proses terbentuknya suatu masyarakat biasanya berlangsung tanpa disadari yang diikuti oleh hampir sebagian besar anggota masyarakat. Dorongan manusia untuk bermasyarakat antara lain :
1.      Pemenuhan kebutuhan dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang, dan pangan yang penyelenggaraannya akan lebih mudah dilaksanakan dengan kerja sama dari pada usaha perorangan.
2.      Kemungkinan untuk bersatu dengan manusia lain (bermasyarakat).
3.      Keinginan untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya.
4.      Dengan memasyarakat kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam, binatang dan kelompok lain lebih besar.
5.      Secara naluriah manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yang merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil.
6.      Manusia mempunyai kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yang berkembang akibat interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat, kebutuhan dasar kejiwaan ingintahu, meniru, dihargai, menyatakan rasa haru dan keindahan, serta memuja tertampung dalam hubungan antar manusia, baik antar individu maupun kelompok.
 Istilah “masyarakat” kerap dipadankan dengan istilah “sosial”. Istilah “masyarakat” sendiri pada mulanya berasal dari kata syarikat dalam bahasa Arab, kemudian mengalami proses kebahasaan sedemikian rupa sehingga dalam bahasa Indonesia menjadi kata “serikat” yang kurang-lebih berarti “kumpulan” atau “kelompok yang saling berhubungan”.[1] Sedang, istilah “sosial” berasal dari bahasa Latin, socius yang berarti “kawan”.[2]
Perdebatan sekitar lahir dan terbentuknya masyarakat telah berlangsung semenjak era Plato. Kala itu, Plato yang berkeyakinan bahwa masyarakat terbentuk secara kodrati, berseberang-pandang dengan kaum sofis yang berargumen bahwa masyarakat merupakan bentukan manusia.[3] Dapatlah ditilik, pandangan Plato lebih bersifat metafisik dan mengawang, sedang kaum sofis ilmiah-rasional.
Dalam hal ini, kiranya pembahasan mengenai sejarah terbentuknya masyarakat lebih dititikberatkan pada pandangan kaum sofis mengingat sifatnya yang ilmiah-rasional.
Merujuk pada perspektif terbentuknya masyarakat melalui “manusia” (antroposentris), ditemui bahwa pada mulanya individu yang berlainan jenis bertemu satu sama lain, kemudian membentuk keluarga. Lambat laun, entitas keluarga kian berkembang sehingga membentuk “keluarga besar” atau “suku”. Pada tahapan berikutnya, suku kian berkembang dan terbentuklah “wangsa”. Selanjutnya, wangsa-wangsa dengan ciri fisik dan kebudayaan yang sama membentuk “bangsa”. Tahapan termutakhir dari proses tersebut adalah lahirnya “negara-bangsa” sebagaimana kita temui saat ini.[4] 

[1] Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, h. 11.
[2] Gordon Marshall, A Dictionary of Sociology, Oxford University Press, New York, 1998, h. 628.
[3] Richard Harker (et al.), (Habitus X Modal) + Ranah = Praktek, Jalasutra, Yogyakarta, 2005, h. xv.
[4] Sidi Gazalba, op. cit., h. 65-68.
MASYARAKAT DESA DAN KOTA
PENGERTIAN MASYARAKAT
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit, dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya.
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam :
1.      Masyarakat Paksaan
2.      Masyarakat Merdeka, yang terbagi dalam :
·         Masyarakat Nature
·         Masyarakat Kultur
MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community, pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perbedaan Desa Dan Kota
·         Jumlah dan kepadatan penduduk
·         Lingkungan hidup
·         Mata pencaharian
·         Corak kehidupan sosial
·         Srtratifikasi sosial
·         Mobilitas sosial
·         Pola interaksi sosial
·         Solidaritas sosial
·         Kepedudukan dalam hierarki administrasi nasional
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain, bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan, jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik, secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
·         Wisma : Unsure ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsukan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
·         Karya : Unsure ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
·         Marga : Unsure ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat yang lainnya didalam kota.
·         Suka : Unsure ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hubiran, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
·         Penyempurna : Unsure ini merupakan bagian yang paling penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur termasuk fasilita pendidikan dan kesehatan, fasilitas keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.
Kota mempunyai juga peran dan fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peranan kota tersebut dalam kerangka wilayah atau daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya.
MASYARAKAT PEDESAAN
Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri, masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga / anggota masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
·         Didalam masyarakat pedesaan diantara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas desanya.
·         Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
·         Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari petanian.
Perberdaan :
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.      Sederhana
2.      Mudah curiga
3.      Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.      Mempunyai sifat kekeluargaan
5.      Lugas atau berbicara apa adanya
6.      Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.      Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.      Menghargai orang lain
9.      Demokratis dan religius
10.  Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.      Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2.      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3.      Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4.      Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5.      Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.


SUMBER DAYA SARANA KESEHATAN
MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Sumber Daya yang Ada di Pedesaan dan Perkotaan dalam Upaya kesehatan Ibu dan Anak
Untuk mecapai pembangunan yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya yang juga berkualitas, sehingga perlu diupayakan kegiatan dan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada. Sumber daya tersebut dapat dicakup dari lingkungandesa maupun dari lingkungan dari lingkungan kota.
Sumber Daya di Desa
Tingkat kepercayaan masyarakat desa terhadap petugas kesehatan masih rendah karena mereka masih percaya kepada dukun, sehingga kita perlu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat desa tentang dunia medis.
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan di kelompokkan dalam sajian informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan.
Sarana Kesehatan
1.      Puskesmas
Di desa untuk saat ini hampir 100% sudah membangun puskesmas untuk mensejahterakan masyarakatnya. Secara konseptual, puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat melayani sasaran jumlah penduduk yang ada di wilayah masing-masing.
2.      BPS (Bidan Praktek Swasta)
Merupakan salah satu sumber daya yang dapat mensejahterakan kesehatan ibu dan anak. Di BPS bidan dapat memberikan penyuluhan yang dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak di wilayah tersebut, khususnya di daerah pedesaan.
3.      Sarana Kesehatan di Desa Bersumber Daya Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah:
A.    Posyandu
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi, dan penanggulangan Diare. Terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali sperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahn gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:
a.       Meja 1: Pendaftaran
b.      Meja 2: Penimbangan
c.       Meja 3: Pengisian kartu menuju sehat
d.      Meja 4: Penyuluhan kesehatan pemberian oralit vitamin A, dan tablet besi
e.       Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, serta pelayanan keluarga berencana

B.     PKK
Adalah gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor penggerakan untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat dan bertujuan membantu pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan membina tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila menuju terwujudnya keluarga yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan ketentraman hidup lahir dan bathin (keluarga sejahtera).

C.     Pos Obat Desa (POD)
Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di laksanakan di posyandu. Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD itu antara lain:
a.       POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
b.      POD yang di integrasikan dengan Dana Sehat.
c.       POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu.
d.      POD yang dikaitkan dengan pokdes/ polindes.
e.       Pos Obat Pondok Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.
POD jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit-unit desa, maka seluruh, diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya mengembangkan Pos Obat Desa masing-masing.

D.    Poskesdes
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersumber pada daya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan dan menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang ada di desa.

E.     Polindes
Merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan pelayanan kebiadanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Sarana Tenaga Kesehatan
1.      Bidan desa
Bidan Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa.
2.      Dukun Bersalin
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas.
Dukun dapat dibedakan menjadi:
1. Dukun Terlatih
Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.
2. Dukun tidak terlatih
Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan 
Sumber Daya di Kota

Sarana Kesehatan
1.    Puskesmas
Seperti halnya di desa, di kota juga terdapat puskesmas, akan tetapi untuk mekanisme pengobatan masyarakat lebih banyak pergi ke rumah sakit. Pembinaan pembangunan kesehatan dengan adanya puskesmas yang memiliki tenaga dokter yang didukung tenaga keperawatan/bidan, non medis lainnya sesuai standar, sarana dan biaya operasional yang memadai, sehingga puskesmas mampu melaksanakan pelayanan obstretrik dan neonatal emergensi dasar (PONED) dan diperlukan potensi peningkatan pengetahuan tenaga medis.
2.    Rumah Sakit
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan rumah sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasio terhadap jumlah penduduk. Semua RS kabupaten/kota mampu melaksanakan pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), sehingga kemauan kemampuan dan kesadaran penduduk dalam upaya kesehatan ibu dan anak dapat diwujudkan. Setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, dari APBD, termasuk lembaga donor internasional.
3.    Klinik Bersalin
Merupakan suatu institusi professional yang menangani proses persalinan dan pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Klinik bersalin biasanya lebih banyak terdapat di daerah perkotaan.
4.    Sarana produksi dan distribusi sedian dan alat kesehatan
Salah satu factor penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan adalan jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Sarana Tenaga Kesehatan
1. Dokter Kandungan
2. Bidan
3. Apoteker
4. Perawat
5. Ahli Gizi
6. Tenaga Kesehata Masyarakat


Sumber Dana Kesehatan
Wujud lain partisipasi masyarakat adalah dalam bentuk pembiayaan kesehatan seperti dana sehat, asuransi kesehatan, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, dan berbagai bentuk asuransi dibidang kesehatan. Secara umum jenis-jenis partisipasi pemberdayaan kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut:
1.      Berbagai bentuk dana sehat seperti dana sehat pola PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa), dana sehat pola UKS (Upaya Kesehatana Sekolah), dana sehat pondok pasantren, dana sehat pola KUD (Koperasi Unit Desa), dana sehat yang dikembangkan oleh LSM, dan dana sehat organisasi/kelompok lainnya (Supir angkot, tukang becak dan lain-lain).
2.      Asuransi kesehatan oleh PT Asuransi Kesehatan Indonesia, dengan sasaran para pengawai negeri sipil, pensiunan, dan sebagaian karyawan swasta atau pengawai pabrik.
3.      Jaminan sosial tenaga kerja (termasuk pemiliharaan kesehatan) khusunya bagi para pekerja Perusahaan swasta.
4.      Asuransi kesehatan swasta atau badan penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (Bapel JPKM), seperti asuransi kesehatan yang dikelola PT tugu mandiri, PT Bintang Jasa, dan lain-lain.



PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1.      Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.      Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3.      Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4.      4.Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
*Permasalahan Sosial Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
A.   Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a)   Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b)   Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c)    Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.    Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a)      Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan  tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan menolongnya tanpa pamrih.
b)      Orientasi kolektif  sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c)      Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d)     Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
e)      Kekabaran (diffuseness).Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
Perilaku homogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular                                 Individualisme

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1)    jumlah dan kepadatan penduduk
2)    lingkungan hidup
3)    mata pencaharian
4)    corak kehidupan sosial
5)    stratifiksi sosial
6)    mobilitas sosial
7)    pola interaksi sosial
8)    solidaritas sosial
9)    kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional


POLARISASI DESA KOTA
      Salah satu masalah pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang adalah polarisasi desa-kota. Peranan perkotaan atas perdesaan dipertanyakan, apakah sebagai pendorong pertumbuhan ataukah lebih bersifat sebagai parasit (Singer, 1964).  Disamping akibat berbagai keterbatasan kapasitas sumberdaya, pada dasarnya kemiskinan dan keterbelakangan kawasan perdesaan bukanlah semata-mata terisolasinya kawasan desa ke kota melainkan juga akibat bentuk dan system keterkaitan desa dengan kota yang cenderung mengarah pada hubungan eksploitatif.
      Desa-desa yang memiliki kedekatan dan keterkaitan yang tinggi dengan perkotaan tidak otomatis diiringi peningkatan aksesibilitas masyarakat desa ke sumberdaya ekonomi perkotaan. Sebaliknya adalah meningkatnya potensi masyarakat perkotaan dalam memanfaatkan dan mengeksploitasi sumberdaya perdesaan. Perdesaan juga terjebak pada spesialisasi satu komoditas pertanian atau sumberdaya alam  (overly-specialized single crop or natural resource economies) untuk melayani perkotaan (Amstrong dan Mc Gee, 1985).
Masalah buruknya sistem keterkaitan perkotaan dan perdesaan sebenarnya bukanlah masalah yang berskala lokal atau nasional saja tetapi memiliki perspektif global. Teori ketergantungan (dependency theory) menerangkan bahwa kota metropolitan di negara berkembang memiliki ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara di utara. Terjadinya  transfer surplus yang masif dari selatan berlangsung melalui hubungan kota-kota (metropolitan) dengan negara industri maju di utara. Dunia utara pada dasarnya secara aktif menekan (mengeksploitasi) negara-negara agraris di belahan selatan. Dengan demikian permasalahan keterkaitan kota dan desa tidak terlepas  dari struktur ekonomi global yang cenderung "mempertahankan" kemiskinan dan keterbelakangan di pedesaan.
Masalah polarisasi desa-kota tidak selalu dipandang secara pesimistik, karena terdapat pula pandangan antagonis_walaupun minor_yang menyatakan bahwa adanya efek backwash dari urbanisasi hanya akan berlangsung singkat dan terjadi pada tahap awal pembangunan saja. Karena semakin matangnya sistem perencanaan pembangunan antarwilayah, kebijakan pembangunan akan semakin diarahkan pada upaya menurunkan polarisasi pembangunan (Williamson, 1965) sebagaimana terjadi di Asia Timur (Jepang, Taiwan dan Korea Selatan). Tetapi ini tidak terjadi secara mulus di sebagian besar negara berkembang. Berbagai bukti memperjelas, backwash, pertumbuhan ekonomi di berbagai negara berkembang (peningkatan GNP dan GNP perkapita) tidak selalu diikuti suatu kematangan yang menurunkan kesenjangan
(Douglass, 1990).
Migrasi horizontal dalam bentuk mobilisasi sumberdaya adalah bentuk respon dari  masyarakat karena adanya ekspektasi meningkatkan kesejahteraan para urban dan kota yang sangat atraktif. Akibatkonsentrasi pertumbuhan yang secara spasial hanya terbatas di kota-kota metropolitan utama saja, menyebabkan kapasitas kota dalam menampung dan menyediakan lapangan kerja, fasilitas dan berbagai bentuk pelayanan menjadi terbatas, terjadi over-urbanization; yakni laju proses urbanisasi melebihi kapasitas kota penampungnya. Muncullah  penyakit urbanisasi (kongesti, pencemaran hebat, pemukiman kumuh, malnutrisi dan kriminalitas). Ini akan menurunkan produktivitas masyarakat perkotaan dan akhirnya kota dan desa terjebak dalam hubungan yang saling memperlemah, bukannya hubungan yang saling memperkuat (reinforcing each other).

URBANISASI DAN URBANISME

Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Sedangkan definisi dari Urbanisme ialah sikap dan cara hidup orang kota, perkembangan daerah perkotaan dan ilmu tentang kehidupan kota.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi diseluruh dunia, baik pada Negara-negara yang sudah maju industrinya maupunyang secara relative belum memiliki industry. Urabanisasi juga memiliki akibat-akibat yang negatiif terutama dirasakan bagi Negara agraris seperti Indonesia ini. Dan boleh dikatakan factor kebanyakan penduduk dalam suatu daerah “over-population” erupakan gejala yang umum di Negara agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
Sebab-sebab Urbanisasi
1)      Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
a.       Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.       Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.      Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.       Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
2)      Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a.       Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c.       Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.      Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e.       Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah.
Pesekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primititif mencari makan, yaitu dengan berburu , sebagai migrator, nomad berjumlah 10-300 orang. Kenyataan ini disesuaikan dengan persediaan makanannya, berkembangnya cara bertani menyebabkan lahirnya lahirnya suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat dengan sifat yang khas yaitu : Kekeluargaan, ada kolektivitas dalam pembagian tanah dan pengerjaannyam ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri. Menurut Koentjaraningrat, suatu masyarakat desa menjadi sutu persekutuan hidup dan social berdasarkan atas dua macam prinsip :
1.    Prinsup hubungan kekerabatan (geneologis)
2.    Prisip hubungan tinggal dekat/territorial
Namun prinsip ini kurang lengkap jika yang mengikat adanya aktivitas tidak diikut sertakan, yaitu :
1.    Tujuan khusus yang ditentukan oleh faktor ekilogis
2.    Prinsip yang dating dari atas oleh aturan dan undang-undang.



DASAR DAN SIFAT STRATIFIKASI

Stratifikasi sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai. Adapun dasar atau ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota msyarakat ke dalam suatu lapisan sosial adalah sebagai berikut.
         Ukuran kekayaan
         Ukuran kekuasaan
         Ukuran kehormatan
         Ukuran ilmu pengetahuan
Keempat ukuran di atas bukanlah bersifat limitif, artinya masih ada ukuran lain yang dapat dipergunakan dalam kriteria penggolongan pelapisan sosial dalam masyarakat, namun ukuran di ataslah yang paling banyak digunakan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial.
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).

Pengertian stratifikasi

Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).
Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
Statifikasi sosial menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.

Dasar-dasar Pembentukan Pelapisan Sosial

Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.

Ukuran kekayaan

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja,serta kemampuannya dalam berbagi kepada sesama

Ukuran kekuasaan dan wewenang

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

Ukuran ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial

Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.

Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.







CIRI ADANYA STRATIFIKASI

Adanya stratifikasi sosial membuat sekelompok orang memiliki ciri-ciri yangberbeda dalam hal kedudukan, gaya hidup, dan perolehan sumber daya. Ketiga ciri stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :
1)Perbedaan Kemampuan Anggota masyarakat dari kelas (strata) tinggi memiliki kemampuan lebihtinggi dibandingkan dengan anggota kelas sosial di bawahnya. Misalnya, orangkaya tentu mampu membeli mobil mewah, rumah bagus, dan membiayaipendidikan anaknya sampai jenjang tertinggi. Sementara itu, orang miskin,harus bejuang keras untuk biaya hidup sehari-hari.
2)Perbedaan Gaya HidupGaya hidup meliputi banyak hal, seperti mode pakaian, model rumah, seleramakanan, kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera seni, cara berbicara, tata kramapergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain. Orang yang berasal dari kelas atas(pejabat tinggi pemerintahan atau pengusaha besar) tentu memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanyaberbusana mahal dan bermerek, berlibur ke luar negeri, bepergian denganmobil mewah atau naik pesawat, sedangkan orang kalangan bawah cukupberbusana dengan bahan sederhana, bepergian dengan kendaraan umum, danberlibur di tempat-tempat wisata terdekat.
3)Perbedaan Hak dan Perolehan Sumber Daya Hak adalah sesuatu yang dapat diperoleh atau dinikmati sehubungan dengankedudukan seseorang, sedangkan sumber daya adalah segala sesuatu yangbermanfaat untuk mendukung kehidupan seseorang. Semakin tinggi kelas sosialseseorang maka hak yang diperolehnya semakin besar, termasuk kemampuanuntuk memperoleh sumber daya. Misalnya, hak yang dimiliki oleh seorangdirektur sebuah perusahaan dengan hak yang dimiliki para karyawan tentuberbeda. Penghasilannya pun berbeda. Sementara itu, semakin besarpenghasilan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk memperolehhal-hal lain



UNSUR-UNSUR STRATIFIKASI SOSIAL
Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri atas dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
A. Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajibankewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki.
Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.
1) Ascribed Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan.
2) Achieved Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha tertentu.
3) Assigned Status
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.
B. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.

Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut :
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
2) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain. Interaksi seseorang berada dalam struktur hierarki, sedangkan peranannya berada dalam setiap unsur-unsur social tadi. Jadi hubungan antara status dan peranan adalah bahwastatus atau kedudukan merupakan posisi seseorang dalam struktur hierarki, sedangkan peranan merupakan perilaku actual dari status.


DAFTAR PUSTAKA

http://gakul.blogspot.com/2013/11/individu-masyarakat-dan-kebudayaan.html
http://putriiandynii.blogspot.com/2014/01/makalah-isbd-pandangan-dan-nilai.html
http://nurulfajariy.blogspot.com/2012/10/sumber-daya-yang-ada-di-pedesaan-dan.html
https://ariefyasawikrama.wordpress.com/permasalahan-sosisal-di-desa-dan-kota/
https://sosiologiblog.wordpress.com/2012/11/20/ciri-ciri-stratifikasi-sosial/

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sage Femme Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea